Kamis, 27 Oktober 2011

Jurus Jitu Merayu Pasien Jiwa



“Hhmm.. Minggu depan praktek di bangsal jiwa.. Sulit gak ya? Gimana ya kalau bertemu pasien?”
Ini nih salah satu penyebab kegalauan para perawat, khususnya para pemula.

’Hoi hoi’.. Gak usah terlalu lama deh galaunya..
Bapak Ibrahim Rahmat, dosen Keperawatan Jiwa PSIK dengan senang hati memberikan pencerahan kepada kita tentang tips n trick menggait pasien sakit jiwa agar tercipta komunikasi terapeutik  yang efektif.

Sebenarnya prinsip berkomunikasi kepada pasien apapun sama saja.
Tapi, tentunya pasien sakit jiwa dan sakit fisik pastinya ada perbedaan, pasien sakit fisik bisa mengungkapkan kondisi yang dialami saat sakit.
Sedangkan pasien jiwa merasa seolah – olah dia tidak sakit, dia memberikan sikap sehat, padahal dia mengalami kelainan psikologis.
Maka dari itu, kita perlu beberapa jurus jitu dalam berkomunikasi.

Pertama,
ciptakan suasana saling percaya pada pandangan pertama..*iiihhiirr*.. 
Perkenalkan diri terlebih dahulu kepada pasien saat pertama kali,
jangan hanya sekedar nama, tapi ajak pasien mengobrol tentang dirinya.
Berikan respon yang baik pada saat dia bercerita.
Kepercayaan antara pasien dan perawat sangat berpengaruh pada setiap perlakuan pasien kepada kita.
Khususnya saat melakukan pengkajian kepada pasien, kita harus punya modal dulu agar pasien bisa cerita panjang lebar.
Biasanya pasien akan langsung cerita sendiri tentang apa yang dia rasakan selama ini.
Saat pengkajian, hati – hati tentang pertanyaan yang kita sampaikan.
Salah sedikit, bisa mengakibatkan respon pasien yang berbeda, bahkan kadang menunjukan kemarahan/ngambek dengan perawat.
Pada pasien seperti ini, biasanya dilakukan terapi oleh perawat lain untuk menyelesaikan masalah.
Jika ada pasien marah, maka kita tetap bersikap biasa dan mulailah membentuk kepercayaan dari awal lagi.

Kedua,
penglibatan keluarga pasien.
Karena keluarga lebih tahu tentang kondisi pasien, perawat harus bisa memaksimalkan keluarga dalam menggali kondisi pasien dan perlakuan kepada pasien.
\Sebaiknya keterlibatan keluarga digunakan dari awal sampai akhir perawatan, khususnya saat terapi pada pasien.
Karena pihak keluarga lah yang akan mengurusi pasien setelah pulang dari RS.

Ketiga,
berinteraksi sesering mungkin.
Ini merupakan cara menjaga kepercayaan kepada pasien tidak luntur.
Frekuensi berkomunikasi ini sangat mempengaruhi komunikasi, semakin sering maka akan menjalin keakraban, sehingga hal ini sangat efektif dan bermanfaat  dalam menggali informasi pasien serta melakukan tindakan terapi untuk pasien.

Selain 3 jurus diatas, kita perlu terapkan kolaborasi dengan profesi lain.
Karena perawat lebih mengerti tentang keadaan pasien, maka keadaan tersebut harus disampaikan ke dokter untuk diagnosis lanjutan.
Sedangkan , perawat bisa menerapkan tindakan mandiri perawat dalam meminimalkan gejala/kejadian yang dialami pasien karena penyakitnya.

Mudah kan? Asalkan sesuai dengan pedoman, bertemu pasien jiwa gak akan jadi masalah.
Yang terpenting adalah percaya.. Semoga bermanfaat.. J
-nh-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

yang mau komentar monggo

Selamat Datang

Welcome to our blog..

Tentang Kita

Foto saya
Bersama HIMIKA mewujudkan civitas keperawatan untuk terus kreatif, inovatif, kritis, berkompeten, dan aspiratif serta bermoral dalam hal keorganisasian, keilmuan, pelayanan masyarakat, dan penelitian untuk menghadapi persaingan dunia global dalam dunia keperawatan

Followers

Search This Blog