Seiring
dengan berkembangnya era reformasi di Indonesia, media massa menjadi salah satu
hal terpenting dalam tumbuhnya isu-isu dalam pemerintahan maupun swasta. Kiprah
media massa seolah-olah menjadi dasar bagi instansi atau suatu pihak untuk bisa
mengembangkan segala yang dimilikinya maupun bisa menjatuhkan dalam waktu yang
singkat. Tidak jarang media massa atau biasa disebut dengan pers ini bisa
menjadi dukungan bagi kasus-kasus yang sedang hangat dibicarakan. Semua
kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan aspek lainnya selalu menjadi
sorotan media massa. Setelah reformasi menjadi pijakan di negeri Indonesia ini,
pers tumbuh membabi buta seolah-olah tidak ada batasan dalam berpendapat,
kebebasan digunakan dengan seluas-luasnya tanpa melihat lagi ada pihak yang
mungkin saja dirugikan.
Media massa dimanfaatkan oleh
masyarakat terutama yang masuk dalam kalangan ekonomi rendah untuk mempercayai
setiap berita yang diterbitkannya. Seolah-olah pers telah berubah menjadi dewa
bagi masyarakat kalangan ini, karena memang akses yang terbatas untuk
mengetahui keabsahan suatu berita. Berbeda dengan masyarakat kalangan atas atau
yang tingkat ekonominya tinggi, mereka cenderung untuk lebih menggali informasi
lagi baik dengan langsung mencari jawaban di sumber utama atau bisa mengunjungi
lokasi kejadian secara langsung jika berita tersebut menyinggung suatu lokasi.
Bukan hanya koran (surat kabar),
radio, maupun televise yang tengah berkembang dengan marak sekarang ini.
Internet juga telah dikembangkan untuk menjadi penyampai berita yang tidak
menembus batas manapun, menghubungkan segala penjuru dunia. Di internet sendiri
banyak berita bisa dicari mulai dari bentuk audio, visual (tulisan), dan audio
visual sendiri (video). Fungsi media massa menurut Effendi (2003) yang tadinya hanya sebagai penyebar
luas berita dan mencari pembenaran dalam sebuah berita sekarang berubah fungsi
menjadi ajang bisnis bagi owner-owner
dari internet, televisi, surat kabar, maupun berbagai bentuk media lainnya. Effendi (2003) menyatakan bahwa
keuntungan yang bisa diraup dari iklan menjadikan media massa memburu segala
berita dan dikemas dengan sudut pandang yang terkadang sempit dari perusahaan
itu sendiri. Penting sekali bagi sebuah media masa untuk mendapat banyak
perhatian dari penikmat berita. Akibatnya, bukannya menjadi penyampai pesan
yang ideal dan tak berpihak, media masa berkembang menjadi sebuah ajang
komersialitas demi keuntungan yang sebesar-besarnya. Dilihat dari ketertarikan
masyarakat dan realitanya sendiri, media massa yang menyampaikan berita
kontroversial atau negatif dipastikan berhasil menarik banyak pihak untuk
menikmati berita tersebut. Sehingga bisa disimpulkan media masa menjadi
cerminan masyarakat yang merekam dan menyajikan minat dan ketertarikan
masyarakat.
Peranan media massa menurut Denis McQuail
(1987) yang ada selama ini adalah :
- Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan/promosi.
- Sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat.
- Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat.
- Wahana pengembangan kebudayaan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma.
- Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.
Berkaitan dengan citra, sering kali
media massa berhasil mempengaruhi masyarakat tentang apa yang menjadi pikiran
di media tersebut. Contoh nyatanya saja, infotainment, infotainment berkembang
sangat pesat di Indonesia ini, segala yang ada dalam pemberitaan adalah citra
diri individual, maupun sekelompok selebriti. Berita yang disajikan akan
menjadi perhatian utama pemirsa apabila segala informasi dari selebriti
tersebut berhasil terkuak yang pada akhirnya memunculkan citra seorang
selebriti baik atau buruknya. Seiring berkembangnya jaman, tokoh masyarakat dan
kelompok instansi juga sering dilibatkan dalam pemberitaan tanpa batas ini.
Seolah-olah memang media massa mengetahui segala-galanya. Disayangkan jika
citra yang terbentuk dari pemberitaan ini adalah citra yang negatif dimana
pihak yang dirugikan harus menata kembali dan memperlihatkan hal-hal positif
yang dimilikinya secara mati-matian.
Sebagai bagian dari profesi dan
kelompok yang berperan aktif dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
bergelut dalam bidang kesehatan, maka perawat juga tak lepas dari intaian media
massa. Bukan hanya mengenai pemberitaan positif saja yang disorot oleh media
massa dalam profesi ini, melainkan tak jarang pula bahkan terhitung banyak
pemberitaan miring atau negatif seputar perawat baik di dalam negeri maupun di
luar negeri. Sehingga animo masyarakat terhadap perawat juga menjadi kurang
baik.
Video
di internet telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari media massa yang
memanjakan para pemirsanya dengan tontonan buruk. Mudahnya pencarian yang hanya
dilakukan dengan mengetikkan objek yang akan dicari, internet menjadi salah
satu hal terfavorit untuk menghibur pencari berita. Perawat juga terkena dampak
negatifnya disini. Berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh Gerard Fealy,
seorang profesor keperawatan dan kebidanan di University College Dublin di
Irlandia, 10 klip yang paling sering dilihat di situs berbagi video populer adalah
menggunakan kata kunci "perawat" dan "keperawatan."
Hanya
empat video yang menunjukkan kerja positif perawat dimana digambarkan perawat
bertugas sebagai pengasuh yang professional, terampil, dan tentunya bermanfaat
bagi kebaikan. Video-video yang meningkatkan citra perawat tersebut
dipublikasikan oleh pihak perawat sendiri. Kebalikan dari keempat video
tersebut, keenam video lainya menunjukkan citra buruk perawat yang mungkin bisa
saja dilebih-lebihkan. Dua diantaranya berasalh dari kartun dan komedi dalam
situasi di Amerika Serikat yang justru menunjukkan perawat itu bodoh dan tidak
berkompeten. Lebih parah lagi, empat lainnya menggambarkan perawat sebagai
sosok berpakaian minim atau sebagai objek fantasi seksual pria, dimana salah
satu dari empat tersebut digunakan sebagai iklan pakaian dalam Belgia.
Kasus
nyata dalam pemberitaan di sebuah surat kabar menyatakan bahwa di RS Birmingham
Heartlands, London, Inggris seorang perawat yang berusia 29 tahun melakukan
hubungan seksual dengan pasiennya yang akan menjalani operasi transplantasi
jantung dan paru. Meski pada akhirnya perawat tersebut mendapatkan
pemberhentian kerja selama satu tahun, tetapi jika sudah dalam pemberitaan
seperti ini tetap saja mencoreng profesi perawat secara umum. Berita dari dalam
negeri sendiri juga memperlihatkan sosok perawat yang mudah diperdaya dengan
rayuan seks. Perawat yang dipermasalahkan disini adalah perawat berjenis
kelamin wanita. Perawat berusia 22 tahun dengan inisial Ys terlibat skandal
dengan pasiennya yang berusia 33 tahun. Kejadian tersebut terjadi di hotel.
Tidak berhenti sampai dengan perawat wanita, bahkan perawat pria beranak 3 pun
ada yang terkena kasus meniduri seorang gadis remaja berusia 19 tahun yang
merupakan tetangganya sendiri. Kasus seperti ini terjadi di wilayah Jawa
Tengah, Indonesia.
Memang sering kali, perawat wanita
digambarkan sebagai sosok yang sexy dalam berbagai media baik itu iklan, video
klip, bahkan dijadikan sebagai topik dalam film mesum. Pantas saja bila
anggapan perawat sebagai “pekerja sambilan” merebak di kalangan masyarakat umum
dan tentunya menjadikan masyarakat mempunyai kesan yang buruk terhadap para
perawat, karena media massa sendiri jarang mendukung kebaikan-kebaikan yang
perawat serukan. Justru dilihat dari faktanya, media massa rame-rame menyerukan
keburukuan perawat dalam berbagai gender yang melakukan tindak asusila. Sudah
seharusnya badan-badan profesional yang mengatur dan mewakili
perawat perlu melobi legislator untuk melindungi profesi mereka dari anggapan
negatif yang tidak semestinya dan mendukung perawat yang tertarik menggunakan media
massa sebagai perbaikan citra untuk mempromosikan profesi mereka secara
positif.
Dimana kasus yang menjadikan perawat
terlihat sebagai pahlawan justru tidak diserukan di media massa. Sudah banyak
perawat Indonesia yang berprestasi sehingga mampu menerjang pasar Internasional
seperti Philipina, India, Arab Saudi, Jepang, Swiss, Belgia, Belanda, dan
Amerika Serikat. Prestasi seperti ini tentunya mengharumkan nama bangsa karena
kerja yang dilakukan perawat-perawat di luar sana juga tidak mengecewakan.
Begitu pula dengan kasus perawat yang seharusnya bisa menimbulkan empati dari
masyarakat terhadap kelompok profesi perawat. Sebut saja kasus Misran, seorang
perawat dari Kalimantan Timur yang memberikan obat keras kepada pasiennya, hal
tersebut dilakukan Misran karena tidak ada dokter di wilayahnya. Karena
pemberian obat tersebut maka terpaksa Perawat Misran harus diaduk-aduk hukum
karena dianggap melakukan penyalahgunaan kepercayaan. Berita dari Misran
tersebut hanya diangkat sekelumit saja di media massa sehingga masyarakat juga
tidak begitu tergugah dengan adanya kasus seperti ini. Berita yang tidak kalah
pentingnya dimana masyarakat harus tau bahwa perawat tidak mempunyai
perlindungan hukum. Hal-hal seperti ini patut diberitakan kepada khalayak luas,
karena terkadang keributan yang terjadi pada masyarakat mampu membawa suara
untuk pihak-pihak pengesah Undang-Undang.
Sudah bukan waktunya lagi untuk
mengandalkan dan menunggu para petinggi di media massa dengan memohon-mohon
memberikan berita positif mengenai dunia keperawatan dan perawat. Tidak pula
dengan menyingkirkan segala animo buruk
tentang perawat yang marak terjun di masyarakat. Yang harus segera
dilakukan oleh para perawat adalah dengan membuat berita-berita positif yang
ada sendiri dan mempublikasikannya dengan cara sendiri. Media massa sekarang
ini sudah tidak terbatas pada koran maupun televisi. Internet sudah ada
dimana-mana dan begitu pula mudah untuk membuat orang membaca asal mau dan
terus mem-follow-up orang orang di
sekitar. Kalaupun harus melalui televisi dan koran, kesempatan juga terbuka
lebar bagi orang-orang yang mau aktif menulis berita atau artikel bermutu
mengenai pencitraan perawat sendiri. (Astuti '11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
yang mau komentar monggo